Page 56 - SAK_EMKM
P. 56

ENTITAS MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH                               SAK


          Asumsi Dasar

             DK16. Asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan adalah dasar
          akrual dan kelangsungan usaha. Terdapat tanggapan dari anggota kelompok kerja dan publik yang
          mengusulkan agar SAK EMKM menggunakan asumsi dasar kas, dengan mempertimbangkan
          keterbatasan kapabilitas dan sumber daya UMKM dalam menyusun laporan keuangan. Terdapat
          pula tanggapan yang mengusulkan agar SAK EMKM menggunakan 2 asumsi dasar yang berbeda,
          yakni asumsi dasar kas dan asumsi dasar akrual, yang masing-masing dapat digunakan untuk
          jenis entitas yang berbeda, misalnya asumsi dasar kas untuk entitas mikro, dan asumsi dasar
          akrual untuk jenis entitas lainnya. DSAK IAI memutuskan untuk mempertahankan asumsi
          dasar akrual karena asumsi dasar tersebut konsisten dengan Kerangka Konseptual Pelaporan
          Keuangan, dan konsisten dengan asumsi dasar yang digunakan  dalam  SAK  lainnya. Laporan
          keuangan tidak disusun dengan dasar lain, misalnya dasar kas atau kas modifikasian, karena
          informasi keuangan yang dihasilkan akan menjadi tidak relevan dengan tujuan laporan keuangan
          sebagaimana dijelaskan dalam Bab 2 paragraf 2.1. Laporan keuangan yang disusun dengan
          dasar akrual akan menghasilkan informasi keuangan yang lebih merepresentasikan dengan
          tepat kondisi dan aktivitas bisnis entitas selama dan pada akhir dari suatu periode pelaporan,
          sehingga membantu pengguna laporan keuangan, misalnya kreditor, untuk menganalisis rasio-
          rasio keuangan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit.

             DK17. DSAK IAI memahami keterbatasan kapabilitas dan sumber daya UMKM dalam
                        SAK IAI
          menyusun laporan keuangan. Namun demikian, untuk entitas dengan jenis usaha dan yang
          tidak kompleks dan dengan mayoritas transaksi yang dilakukan secara kas, maka perbedaan
          antara basis kas dan basis akrual mungkin saja menjadi tidak material. Entitas dapat melakukan
          pencatatan transaksi dengan basis kas, dan melakukan penyesuaian basis akrual pada akhir
          periode pelaporan. Dengan harapan bahwa dalam jangka panjang UMKM akan berkembang
          menjadi lebih besar sehingga terdapat kebutuhan untuk menyusun laporan keuangan
                       ONLINE
          berdasarkan SAK lainnya, maka DSAK IAI memandang perlu untuk memperkenalkan konsep
          akrual dalam penyusunan laporan keuangan UMKM. SAK EMKM memberikan contoh
          ilustratif yang diharapkan dapat memberikan panduan bagi UMKM dalam melakukan transisi
          dari dasar kas menjadi dasar akrual pada akhir periode pelaporan keuangan.

             DK18. Selain dasar akrual dan kelangsungan usaha, SAK EMKM ini secara eksplisit
          mendeskripsikan konsep entitas bisnis sebagai salah satu asumsi dasar. Untuk dapat menyusun
          laporan keuangan berdasarkan SAK EMKM, entitas harus dapat memisahkan kekayaan
          pribadi pemilik dengan kekayaan dan hasil usaha entitas tersebut, dan antara suatu usaha/
          entitas  dengan  usaha/entitas  lainnya.  Terdapat  tanggapan  publik  bahwa  entitas  mikro  dan
          kecil perorangan tidak dapat menerapkan SAK EMKM karena dinilai masih belum mampu
          memisahkan kekayaan pribadi pemilik dengan kekayaan dan hasil usaha entitas tersebut.
          DSAK IAI menegaskan bahwa, dalam hal entitas tidak memenuhi asumsi dasar konsep entitas
          bisnis ini, meskipun telah memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif dalam SAK EMKM,
          maka entitas tersebut memiliki opsi untuk tidak menerapkan SAK EMKM ini.

          Dasar Pengukuran
             DK19. SAK EMKM hanya mengakomodasi metode pengukuran berdasarkan biaya
          historisnya saja; baik untuk pengukuran pada saat pengakuan awal maupun pengukuran
          setelah pengakuan awal, kecuali diatur lain oleh masing-masing Bab dalam SAK EMKM
          ini. DSAK IAI menilai bahwa metode pengukuran biaya historis lebih mudah diterapkan
          dan sesuai dengan kebutuhan pengguna laporan keuangan UMKM dalam menganalisis
          informasi keuangan. Dengan mempertimbangkan jenis usaha dan transaksi yang relatif tidak
          kompleks, penggunaan metode pengukuran berdasarkan nilai wajar serta metode penurunan
          nilai dianggap kurang relevan. Dasar pengukuran biaya historis tidak dikombinasikan dengan
          dasar pengukuran lain agar dapat menghasilkan struktur standar akuntansi yang optimal untuk
          UMKM sehingga dapat diterapkan pada biaya yang lebih rendah. Oleh karena itu salah satu

          44      Hak Cipta © 2016 IKATAN AKUNTAN INDONESIA – Dilarang memfoto-kopi atau memperbanyak
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61